BAGI masyarakat Mandailing di Sumatera Utara, sungai
adalah berkah alam sebagai modal untuk kepentingan sosial. Hal itu
pulalah yang mendorong warga berlomba-lomba membuat lubuk larangan,
hingga kini.
Setelah melalui kesepakatan bersama, sebagian aliran
sungai yang melintasi di desa kemudian ditetapkan sebagai wilayah
yang terlarang untuk diambil hasil ikannya selama jangka waktu tertentu.
Biasanya 6-12 bulan. Setelah panen, panitia kemudian membuka lubuk
larangan untuk umum dan hasil pengelolaannya digunakan untuk berbagai
keperluan pembangunan desa, menyantuni anak-anak yatim, dan mendanai
berbagai kegiatan sosial yang lain.
Sistem pengelolaan lubuk larangan ini bisa kita
temui di desa-desa yang dilalui aliran Sungai Batang Gadis, mulai
dari bagian hulu di kawasan Pakantan, ke arah hilir hingga ke daerah
Panyabungan; dan juga di sepanjang Sungai Batang Natal dan beberapa
anak sungai di Kecamatan Batang Natal. Bahkan, sistem ini kini telah
berkembang luas di seluruh Mandailing Natal, dan sebagian Tapanuli
Selatan.
LUDDIN Hasibuan (43), Ketua Pengurus Lubuk Larangan
Desa Aek Ngali, mengatakan, untuk membuat lubuk larangan harus dimulai
dengan musyawarah desa untuk menentukan batas-batas lubuk larangan.
Tanpa kesepakatan bersama, lubuk larangan tidak bisa dibuat. Kemudian
warga iuran sebagai modal mendatangkan "orang pintar"
(dukun) dan untuk membeli bibit ikan.
Setelah sang dukun membaca doa-doa, kemudian diumumkan
kepada masyarakat desa dan desa-desa tetangga bahwa sungai itu telah
menjadi lubuk larangan. "Biasanya tak ada yang berani menangkap
ikan di lubuk larangan," katanya.
Bagi yang melanggar akan didenda Rp 500.000 per
orang. Sanksi lain yang lebih ditakuti warga yaitu hukuman moral
dan kutukan. "Masyarakat sini masih percaya, orang yang berani
mengambil ikan di lubuk larangan akan sakit, dan bisa mati jika
tidak diobati dukun yang telah menjaga lubuk larangan tersebut,"
kata Luddin.
Secara tak langsung, pengelola lubuk larangan juga
mengandung nilai-nilai konservasi, bisa menjaga kualitas air sungai
karena warga desa akan menjaga sungai tidak tercemar agar panen
ikan bisa melimpah. Sistem lubuk larangan adalah satu bukti sistem
tradisional yang mampu menjaga alam secara lestari.
Sumber artikel : http://www.mandailing.org/ind/lingkungan01.html
Sumber foto : http://article.wn.com
terima kasih banyak atas informasi yang menarik ini..
BalasHapussalam sahabat :D
makasih sob dah mampir ...
Hapushanya sebuah cita-cita untuk menjadikan sungai cijolang sebagai lubuk larangan ...
wah...
BalasHapusudah lama banget gak liat "mambungkas tobat" di batang natal simpang gambir....
seru...seru...
mampir dong sob :)
BalasHapus