Sekolah merupakan sebuah masyarakat kecil (mini society) yang menjadi wahana pengembangan siswa, bukan birokrasi yang sarat dengan beban-beban administrasi. Aktivitas di dalamnya adalah proses pelayaan jasa, bukan proses produksi barang. Siswa adalah pelanggan (customer) yang datang ke sekolah untuk mendapatkan pelayanan, bukan bahan mentah (raw input) yang akan dicetak menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan lain adalah tenaga profesional yang terus-menerus berinovasi untuk kemajuan sekolah, bukan birokrat yang sekadar patuh menjalankan petunjuk atasan mereka.
Mutu pendidikan atau mutu sekolah seringkali tertuju pada mutu lulusan, tetapi merupakan kemustahilan pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, kalau tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Kata mutu seringkali jadi perdebatan mengenai apa sesungguhnya ”mutu” tersebut. Salah satu definisi bermutu secara etiomologis adalah (ukuran) baik buruk suatu benda; kadar; taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dsb); kualitas.
(kamusbahasaindonesia.org/mutu).
(kamusbahasaindonesia.org/mutu).
Untuk menentukan bahwa pendidikan bermutu atau tidak dapat terlihat dari indikator – indikator mutu pendidikan. Indikator mutu pendidikan menurut Sallis dapat terlihat dari dua sudut pandang yaitu sekolah sebagai pennyedia jasa pendidikan (service provider) dan siswa sebagai pengguna jasa (costumer) yang di dalamnya ada orang tua, masyarakat dan stakeholder.
Indikator mutu dari perspektif service provider adalah sekolah sebagai lembaga pendidikan harus memenuhi indikator produk yang bermutu dilihat dari output lembaga pendidikan tersebut. Indikator itu adalah :
1) Sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan atau conformance to specification;
2) Sesuai dengan penggunaan atau tujuan atau fitness for purpose or use;
3) Produk tanpa cacat atau zero defect;
4) Sekali benar dan seterusnya atau right first, every time.
Dalam konteks pendidikan nasional maka keempat indikator mutu tersebut diatur dalam Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005, yaitu : Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Pembiayaan, Standar Pengelolaan, Standar Pendidik Tenaga Kependidikan, Standar Sarana Prasarana, Standar Penilaian Pendidikan
Indikator mutu dari perspektif costumer adalah
1) Kepuasan pelanggan atau costumer statisfaction. Bila produk dan jasa dapat melebihi harapan pelanggan atau exceeding costumer expectation;
2) Setia kepada pelanggan atau delighting the costumer
Sesuai dengan konsep bahwa pendidikan adalah layanan jasa maka indikator kepuasan pengguna dapat terlihat dari : Tangibles (Penampilan), Reliability (respons), Responsiveness (handal), Assurances (keyakinan), Empathy (empati).
Apakah pendidikan yang ada sekarang telah memenuhi indikator mutu tersebut ?. Kalau sudah maka pendidikan bisa disebut bermutu tapi kalau belum maka pendidikan juga belum bermutu.
Sumber bacaan :
Engkoswara dan Aan Komariah. 2011. Administrasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Sallis, Edward. 2008. Total Quality Management in Education. Jogjakarta : IRCiSoD
www.kamusbahasaindonesia.org/mutu
Written Arief Rakhmat ; Guru SDN 2 Tambaksari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, jangan sungkan ...